Ukhuwah

menjalin ukhuwah



Dalam era globalisasi saat ini, dimana duniaterasa semakin mengecil ibarat hanya sebuah kota kecil (apa yang terjadi di belahan dunia lain dapat dengan mudah dan dalam waktu yang cukup cepat dapat kita akses), ada kecenderungan nilai-nilai ukhuwah islamiyah sebagai perekat persaudaraan semakin memudar.

Bahkan upaya pengembangan persaudaraan muslim, hanya dalam batas kelompok-kelompok kecil saja, yang pada akhirnya terperosok ke dalam lingkup sektarianisme ekslusif yang dapat merugikan masa depan pengembangan ukhuwah islamiyah. Padahal secara makro, ukhuwah, persaudaraan Islam tidak dibatasi oleh sekat-sekat kelompok dan wilayah, negara, melainkan bersifat universal.

Inilah tantangan yang berada di hadapan umat Islam, bagaimana menciptakan dan memberdayakan prinsip ukhuwah islamiyah ini agar membumi untuk mengantisipasi berkembangnya ukhuwah jahiliyah yang bertentangan dengan fitrah manusia.
Ukhuwah berarti persaudaraan, dari akar kata yang mulanya berarti memperhatikan. Ukhuwah fillah atau persaudaraan sesama muslim adalah suatu model pergaulan antar manusia yang prinsipnya telah digariskan dalam al-Quran dan al-Hadits. Yaitu suatu wujud persaudaraan karena Allah.

Melalui rahmat-Nya-lah maka tumbuh rasa mahabbah (saling mencintai) antar sesama sehingga secara naluriah, manusia merasa saling membutuhkan antara satu dengan lainnya, sehingga terwujudlah persaudaraan. Oleh karena itu, manusia selain sebagai makhluk individu ia juga adalah makhluk sosial.

Persaudaraan muslim sebagai pilar masyarakat Islam sesungguhnya bersifat sebagai perekat pilar-pilar sosial Islam lainnya seperti unsur persamaan (egaliter), kemerdekaan, persatuan dan musyawarah. Ibarat suatu bangunan rumah kemerderkaan adalah pondasinya, sedangkan egaliter sebagai tiang penyangga utamanya dan persaudaraan muslim sebagai balok-balok perekat dan pengikat tiang utama sebagai tiang yang berfungsi sebagai penentu model bangunan rumah.

Sedangkan unsur persatuan adalah tembok dan dinding yang memperkokoh bangunan rumah, sedangkan musyawarah sebagai pintu danjendela atau sebagai ventilasi yang mengatur keluar masuk udara. Dengan menyatunya unsur-unsur tersebut, akan membentuk suatu bangunan rumah yang utuh, kokoh dan ideal.

Itulah tamsil ukuwah islamiyah sebagaimana hadits Rasulullah Saw, “Seorang muslim dengan muslim lainnya, bagaikan bangunan yang saling mengikat dan menguatkan satu sama lainnya “.

Sejarah telah membuktikan bahwa wujud persaudaraan muslim, mampu membentuk suatu komunitas masyarakat yang kokoh dan bersatu pada suatu peradaban ummah yang terbaik. Sifat persaudaraan sebagai manifestasi ketaatan kepada Allah akan melahirkan sifat lemah lembut, kasih sayang, saling mencintai, tolong menolong.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Belum dikatakan beriman salah seorang diantara kamu, sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri ” (HR. Bukhari).

Prinsip dan karakteristik persaudaraan muslim telah dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah Saw antara lain, semangat berbagi dengan saling mengutamakan dan memperhatikan sesama dan selalu siap sedia berkorban untuk meringankan beban saudaranya.

Ketika Rasulullah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, seorang sahabat Anshar Sa’ad bin Rabi’ berkata kepada Abdurrahman bin’ Auf dari Muhajirin, “Saya adalah orang yang di Madinah ini, mulai saat ini saya akan membagi setengah kekayaan saya kepada anda “. Begitu luar biasa ukhuwah islamiyah yang dipraktikkan para sahabat.

Semangat berbagi inilah yang mulai langka ditengah-tengah masyarakat. Utamanya di bidang ekonomi dan politik, yang dominan adalah semangat menguasai untuk diri dan kelompok sendiri.

Disamping karakter di atas, karakter ukhuwah islamiyah lainnya adalah tidak meminta-minta. Para sahabat Nabi dikenal sebagai orang yang afif, yaitu orang yang bersih dan menjauhkan diri dari sikap meminta-meminta, mengharapkan belas kasihan serta pertolongan orang lain. Sekalipun mereka dalam keadaan kekurangan, inilah wujud sikap.

Dalam al-Quran digambarkan sedemikian rupa harga diri orang-orang yang afif tersebut, sehingga tidak diketahui apakah dia orang kaya atau orang miskin “… orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak…” (QS. Al-Baqarah [2]: 273).

Adapun kendala utama berseminya ukhuwah islamiyah adalah sifat ananiyah (keakuan), yang mengukur hak dan bathil sesuai nafsu dan kepentingan sendiri.

Sumber : Buletin Mimbar Jum’at, No. 18 Th. XXIII – 1 Mei 2009

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.